Rabu, 07 Maret 2012

Maafkan Bapak, Ti... (Bagian 3 - Akhir)


Pelajaran pertama adalah bahasa inggris, dan aku memulai pelajaran hari ini dengan semangat karena guru bahasa inggrisku sebelum memulai pelajaran mengucapkan selamat kepadaku atas keberhasilanku memenangkan lomba cepen. 

“Alhamdulilah ya Allah…Engkau memberikan begitu banyak kebahagiaan kepadaku pagi ini” Syukurku dalam hati.

Waktu berjalan begitu cepatnya, tidak terasa jam dinding telah menunjukkan pukul sebelas siang. Baru 15 menit jam pelajaran ke-3 dimulai, tiba-tiba pak Rus diikuti dengan sesorang yang tidak kukenal masuk ke kelasku.

“Fatimah, kamu bisa keluar sebentar?” kata guru yang sedang mengajarku setelah beberapa saat berbicara dengan pak Rus dan orang yang tidak kukenal tadi.

“Eh…eh..iya pak” Jawabku kaget.

“Begini ti, orang ini teman bapak kamu, namanya pak Abin.”kata pak Rus memperkenalkan orang yang tidak kukenal tadi.

“Iya, perkenalkan neng…saya pak Abin, teman bapak neng” kata pak Abin sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman denganku.

“Eh iya pak, saya Fatimah pak, biasa dipanggil Ati. Ada apa ya pak” Kataku memperkenalkan diri dan tanpa basa-basi langsung bertanya kenapa ingin menemuiku.

“Begini neng…”raut wajah pak Abin berubah menjadi sedikit sedih.

“Tadi pagi, bapak neng dan saya seperti biasa mengerjakan proyek bangunan di bagian yang sama. Nah, bapak lihat wajah bapak neng agak sedih dan kurang bersemangat. Kemudian bapak memberanikan diri untuk bertanya ada apa, dan beliau menceritakan apa yang sedang beliau hadapi…”pak Abin berhenti sebentar, menarik napas.

“Setelah mendengarkan cerita bapak neng, saya kemudian menyarankan beliau untuk mencoba meminjam uang ke mandor proyek yang sedang kami kerjakan, karena beliau orangnya cukup baik dan perhatian terhadap pekerjanya. Kemudian, dengan wajah yang mulai cerah bapak neng menemui mandor tersebut dan alhamdulilah memberikan pinjaman ke bapak neng.” Pak Abin kembali berhenti. Sedangkan aku sudah mulai tidak sabar dengan kelanjutan cerita dari pak Abin.

“ Kemudian dengan semangatnya bapak neng mohon izin untuk pergi sebentar karena beliau bermaksud mengantarkan uang tersebut ke sekolah neng. Namun….” Pak Abin memutuskan kalimatnya.

“Namun kenapa pak???”Tanyaku mulai tidak tenang.

“Ketika keluar dari proyek tiba-tiba saja bapak neng…bapak neng ditabrak oleh sebuah mobil yang sedang melaju di jalan raya depan proyek.”Jawab pak Abin dengan wajah yang diliputi kesedihan.

“Trus, sekarang bapak saya dimana pak???”Kataku hampir menangis.

“Di rumah sakit dekat proyek neng, makanya bapak ke sini untuk menjemput neng.”kata pak Abin.

“Iya pak, saya ikut bapak sekarang, tapi saya membereskan peralatan sekolah saya dulu pak” Jawabku sambil berbalik masuk ke kelas untuk mengambil tas sekolah.

Dengan tergesa-gesa dan kalut aku membereskan peralatan sekolahku, tanpa mempedulikan tatapan seluruh teman sekelasku. Kemudian, aku mohon izin ke guru yang sedang mengajar, sedangkan untuk izin jam pelajaran yang lain pak Rus bilang beliau sudah mengurusnya.

 Dengan menggunakan sepeda pak Abin, aku dan pak Abin menuju Rumah Sakit tempat bapak dirawat. Ketika sampai di rumah sakit, sudah ada ibu dan adik-adikku di sebelah ranjang bapak. Aku pun masuk, kemudian ikut berdiri di sebelah ranjang bapak. Aku tak kuasa menahan tangis melihat bapak yang terbaring lemah seperti ini, dan ini semua karena aku. Aku begitu sedih, aku begitu menyesal, kenapa tadi malam aku memaksa bapak untuk bisa melunasi uang sekolahku hari ini. Coba saja aku tidak memaksa bapak, tentu bapak tidak akan seperti ini.

“Ti…”panggil bapak.

“Iya pak” sahutku.

“Ke sini ke dekat bapak, ada yang mau bapak katakan ke kamu… “Kata bapak dengan sangat lemah.

“Fatimah, ma…maafkan bapakmu ini ya nak…maafkan bapak yang tidak bisa memberikan kebahagiaan kepadamu, yang tidak bisa memberikan kehidupan yang layak kepadamu seperti anak-anak yang lain dapatkan, dan maafkan bapak yang membuatmu harus menerima beban berat seperti sekarang….” Kata bapak dengan suaranya yang makin lama makin mengecil.

“Tidak pak…Ati senang dengan kehidupan yang bapak berikan, Ati senang menjadi anak bapak, Ati senang mempunyai orang tua seperti bapak dan ibu…”Jawabku sambil menangis tersedu-sedu.

“Ti, ba…bapak titip ibumu ya, bapak titip adik-adikmu ya…bapak harap kamu bisa menjaga mereka dengan baik..”

“Bapak ngomong apa pak???”Kataku agak panik.

“I..iya, bapak titip ibu dan adik-adikmu, bapak rasa bapak tidak bisa bertahan lebih lama lagi. bapak percaya kamu bisa kuat dan bisa mandiri bapak bangga padamu… “Napas bapak mulai sudah tidak teratur. Kami semua yang ada di dalam ruangan tersebut sudah tidak bisa menahan tangis lagi. Ibu dan adik-adikku sudah saling berpelukan.

“Pak…bapak kuat pak, bapak bisa bertahan…jangan tinggalin Ati pak…”kataku sesenggukan.

“Ma..ma..afkan ba..bapak…Ti…..” Itulah kalimat terakhir yang diucapkan bapak untukku.

Setelah itu, ditutup dengan gerakan mulut terakhir mengucapkan “lailahaillallah…” bapakku dengan wajahnya yang teduh, dan tenang meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Meninggalkan aku dengan rasa penyesalan yang begitu mendalam, meninggalkan ibu yang sekarang menjadi janda, dan meninggalkan kami yang sekarang menjadi yatim.

“Bapaaaaakk…….”Aku teriak dengan sekuat tenaga sambil memeluk tubuh bapak yang sudah mulai mendingin . 

“Bapaakk… maafkan, maafkan Ati pak…banyak hal yang mau Ati sampaikan ke bapak. Pak, buka matamu pak, dengarkan cerita Ati pak…bapaak…”Aku masih berusaha membangunkan bapak sambil dokter masih memeriksa denyut nadi bapak untuk yang terakhir kalinya dan kemudian menunduk.

“Ati…yang sabar ya, tenang…tenang”pak Abin mencoba menenangkanku.

Aku masih menggerakkan badan bapak, sambil memanggil manggil bapak. Sampai akhirnya…

“Iya nak…kamu tenang nak…”Kata Ibu dengan lemahnya.

Mendengar kalimat dari ibu aku terdiam, tidak berteriak lagi tapi masih menangis sesengukan. Aku sadar, aku harus kuat masih ada ibu dan adik-adikku yang harus aku jaga sesuai dengan pesan bapak. Kalau aku seperti ini bagaimana perasaan ibu, bagaimana dengan adik-adikku. Kemudian dengan perlahan aku mulai berdiri dan mulai memeluk adik-adikku dan membiarkan ibu duduk di samping tubuh bapak.

“Ya Allah…yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Terima Bapak kami di sisiMu ya Allah, terimalah segala amalnya semasa hidup, tempatkan ia di sisiMu yang mulia ya Allah… dan pertemukan kami kelak di surgaMu. Serta berilah kesabaran kepada kami, kepada ibuku, kepada adik-adikku. Kuatkan kami menghadapi ini semua ya Allah…” Lirihku berdo’a memohon kepada Allah yang Maha Esa sambil memeluk ke empat orang adik-adikku.

Aku tahu, masih ada hari esok buatku, masih ada hari esok buat ibuku, masih ada hari esok buat adik-adikku, dan masih ada hari esok buat keluargaku setelah ditinggal bapak. Aku harus kuat, aku harus mandiri sesuai dengan pesan bapak. Karena sekarang aku yang akan menjadi tulang punggung keluarga.

“Ya Allah bantu aku, tolong aku. TanpaMu aku tak akan sanggup menghadapi ini semua” do’aku.


TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar